Nelson beranggapan pendampingan hukum itu merupakan hak setiap orang. Aparat yang menghalangi itu dinilai telah mengabaikan prinsip praduga tak bersalah dan menurutnya juga melanggar perlindungan hak asasi manusia.
“Ini merupakan pengabaian prinsip negara hukum, pengabaian hak asasi manusia, pengabaian karena sampai sekarang tidak bisa ketemu dengan teman-teman yang ditangkap dan ditahan padahal prinsip bantuan hukum dan kemudian prinsip praduga tak bersalah ada dalam hak asasi manusia UUD 1945,” ucapnya.
Lebih lanjut, Nelson mengatakan polisi tidak memberikan alasan yang jelas kenapa kedatangannya ditolak. Polisi dikatakannya malah melakukan tindakan yang tak mengenakkan.
“Sudah nggak boleh masuk dengan alasan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Jadi mereka beranggapan kasus ini tidak bisa didampingi ditingkat kasasi. Kemudian ini juga tidak mengungkapkan alasan. Hanya dijawab dengan dorongan-dorongan,” katanya.
Pihaknya berencana akan melaporkan aparat yang menghalangi itu ke Propam Mabes Polri. Namun, belum dapat dipastikan waktunya. Nelson menjelaskan prioritasnya saat ini adalah berupaya untuk bertemu para buruh AMT yang telah ditangkap.
“Itu hal tentu saja pelanggaran hukum dan pelanggaran etik kepolisian ya. LBH Jakarta akan melaporkan petugas-petugas dari kepolisian ini ke Propam Mabes Polri atau Propam Polda Metro Jaya kita lihat nanti kita akan kemana,” tuturnya.
“Kita sekarang akan fokus untuk ketemu dengan teman-teman yang ditangkap dan ditahan jadi kita masih menunggu itu, dan sekarang itu kita masih belum ketemu,” lanjut Nelson.
Sebelumnya Polisi telah menangkap sejumlah buruh AMT di pos Plumpang, Jakarta Utara. Total sudah ada lima orang yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini. Kelima tersangka itu adalah M, TK, WH, AN dan N. Salah satu tersangka, N disebut menjadi aktor intelektual dalam kejadian itu. (Sumber : detikNews/eva/idn)