Ke 22 perusahaan itu masing-masing, PT. Adhi Kartiko Pratama (Konut), PT. Bumi Karya Utama (Konut), PT. Bosowa Mining (Konut), CV. Unaaha Bakti Persada (Konut), PT. Manunggal Sarana Surya Pratama (Konut), PT. Konutara Sejati (Konut), PT. Karyatama Konawe Utara (Konut), PT. Makmur Lestari Primatama (Konut), PT. Paramitha Persada Tama (Konut), PT. Tristaco Mineral Makmur (Konut), PT. Roshini Indonesia (Konut), PT. Pertambangan Bumi Indonesia (Konut) dan PT. Tiran Indonesia (Konut).
Kemudian, PT. Integra Mining Nusantara (Konsel), PT. Baula Petra Buana (Konsel), PT. Macika Mada Madana (Konsel), PT. Ifisdeco (Konsel), PT. Wijaya Inti Nusantara (Konsel), PT. Generasi Agung Perkasa (Konsel), PT. Jagat Rayatama (Konsel), PT. Sambas Minerals Mining (Konsel) dan PT. Tonia Mitra Sejahtera di Bombana.
“22 perusahaan ini akan saya hentikan mulai saat ini operasinya,” tegas Yusmin saat menggelar konferensi pers di kantornya, Senin 11 Februari 2019.
Langkah tegas yang diambil ESDM Sultra ini bukanlah isapan jempol semata. Sebab, usulan pencabutan IUP terhadap perusahaan-perusahaan bandel telah disodorkan ke Gubernur Sultra.
“Percaya saya. Kalau saya itu tidak bisa disogok. Jangan ragukan saya. Dari semua ini utang kami pemerintah yang harus dibayar ada sekitar Rp265 miliar,” ungkap Yusmin meyakinkan.
Selain langkah pencabutan IUP, Yusmin juga berharap, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) datang ke Sultra dan melihat langsung hal ini.
“Sudah sewajarnya KPK datang ke Sultra. Kita punya wilayah yang luas tapi sekarang sudah lebih luas IUP,” sindirnya.
Sejak 2019 mulai Januari hingga hari ini, kata Yusmin, ada sekitar 172 lebih kapal diantaranya 10 kapal ekspor yang ilegal telah berlabuh di Sultra.
“Kejahatan terhadap Sumber Daya Alam (SDA) kita sudah berjalan dari tahun ketahun. Ini ada dua syahbandar yang mengizinkan yakni Konawe Utara (Konut) dan Konawe Selatan (Konsel),” pungkasnya.(a)
(Sumber : Babe/Penulis: Yeni MarindaEditor: Ridho Achmed)